Wednesday, February 24, 2010

HM Sampoerna's Great Strategy




Low Tar, Low Nicotine, High Revenue


Perjalanan mencari pekerjaan sempat singgah dipikiran saya untuk bekerja dan bergabung serta berkreasi di perusahaan HM Sampoerna. Wooow mimpi kali yeah… Yach itu mimpi setelah saya gagal mengikuti tes tahapan rekuitasi pegawai perusahaan rokok tersebut. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi kekaguman saya atas langkah bisnis yang dilakukan perusahaan ini. Siapa yang tidak mengenal perusahaan go public HM.Sampoerna? Perusahaan keluarga ini didirikan pada tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee dan istrinya Tjiang Nio dengan nama Handel Maastchapij Liem Seeng Tee, kemudian berganti nama menjadi NV Handel Maastchapij Sampoerna. Namun nama tersebut tidak membuat puas sang pemilik. Akhirnya Liem pun mengganti nama perusahaannyakembali menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna atau yang lebih dikenal dengan sebutan HM. Sampoerna. Obsesi terbesar dari Liem adalah mengubah perusahaannya menjadi kerajaan rokok yang ditujukan pada penggunaan nama Sampoerna yang menggambarkan keinginannya untuk menghasilkan produk tembakau terbaik dan meraih raja kretek.


Gebrakan HM Sampoerna dimulai pada masa kepemimpinan generasi ketiga yaitu Putera Sampoerna pada tahun 1970. Dibawah kepemimpinannya HM Sampoerna telah berhasil membangun pabrik rokok yang memproduksi Dji Sam Soe yang disebut sebagai mother of all kretek. Keberhasilan bermain di pasar kretek mengantarkan para pesaingnya untuk memasuki bisnis yang sama, sebut saja Djarum dan Bentol yang saat itu mulai focus pada bisnis sigareta kretek tangan (SKT) dan sigareta kretek mesin (SKM). Melihat bisnisnya mulai digerogoti pesaingnya, membuat Putera Sampoerna tidak tinggal diam. Tepat pada 12 Desember 1989 Amild resmi diluncurkan. Ini menjadi cikal bakal kesuksesan HM Sampoerna. Amild yang dikenal dengan sebutan Low Tar Low Nikotin (LTLN) dengan kandungan nikotin 14mg/1.0mg. Hal ini mengantarkan Sampoerna untuk bermain dalam lautan sendiri yang belum ada pemainnya atau pesaingannya. Awalnya A mild tidak dilirik oleh pasar. Kondisi pasar pada saat itu masih terbiasa untuk mengkonsumsi kretek yang menandakan keperkasaan, ketimbang A mild yang lebih dikenal dengan rokok putih.


Putera sadar bahwa kesuksesan suatu perusahaan tidak hanya pada produk yang ditawarkan namun brand pun memiliki andil. Karenanya brand bukan hanya dijadikan sekedar nama saja, akan tetapi brand dapat dijadikan sebagai hidaup perusahaan. Brand is company life. Hal ini dikarenakan brand dapat hidup dalam persaingan dimana untuk membedakan jati diri perusahaan dengan pesaingnya memerlukan hal yang perlu diingat oleh pasar dan memerlukan kreativitass yang tinggi. Strategi brand dan positioning pun dipilih oleh perusahaan ini. Tahun 1994 A mild mengubah positioning dari Taste of The Future menjadi How Low Can You Go. Usaha ini membuahkan hasil tingkat penjualan A mild naik 3x lipat dari yang semula hanya 18 juta batang per bulan menjadi 54 juta batang per bulan. Perlahan namun pasti tahun 1996 penjualan mengalai peningkatan menjadi 9,2 miliar batang per bulan. Angka ini menggambarkan bahwa A mild telah mencapai 16,97% dari total rokok nasional. Pangsa pasar A mild pun mencapai 50%. Melihat pasar LTLN cukup menjanjikan membuat dua pesaingnya masuk dalam lautan yang sama yaitu Djarum dengan produk LA Lights dan Bentoel Prima dengan produk Star Mild. Bahkan Star Mid dengan berani menawarkan kandungan nikotin yang lebih rendah yaitu 12mg/0,9mg dan harga yang lebih murah dari pionirnya A mild. Strategi brand dan positioning pun tetap dilakukan Sampoerna untuk menjadi raja rokok yaitu Lower Than Low / Bukan Basa Basi tahun 1996-2000 ketika pemain lain mulai muncul. Others Can Only Follow tahun 2000-2005 dan yang terakhir hingga saat ini masih diterapkan adalah Tanya Kenapa.


Tak bisa dipungkiri bahwa dunia band selalu diidentikkan oleh perusahaan rokok. Hal ini yang mengakibatkan perusahaan bersaing untuk mensponsori konser-konser music. Bahkan endoser perusahaan rokok selalu diwarna-warnai oleh anak band sebut saja Dewa 19, Naif, Netral, Padi dan masih banyak lagi. Upaya untuk dekat dengan konsumennya pun dilakukan oleh HM Sampoerna dengan event-event music dengan nama A mils Soundrenaline yang fungsinya untuk memfasilitasi kemampuan anak muda pada dunia band, dunia yang cukup dekat dengan produk rokok. Strategi ini pun dilakukan oleh pesaingnya misalnya LA Light Indie Music yang dilakukan oleh Djarum.


Selain hal diatas gebrakan terdahsyat yang dilakukan Putera terhadap perusahaannya adalah ketika pengusaha yang mengenyam pendidikan di Diocesan Boys School Hongkong dan Carey Grammar High School Melbourne, University of Houston, Texas, AS untuk menjual saham 40% perusahaan keluarganya kepada Philip Moris tahun 2005. Sungguh sangat disayangkan semua pihak, apalagi pada saat itu pendapatan Sampoerna sedang naik atau sedang bagus-bagusnya. Bahkan dalam penjualan saham tersebut mengubah pola piker Sampoerna dari Another True Capitalis menjadi A True Capitalis, dengan tidak dilibatkannya peran Negara (pemerintah) seperti kasus-kasus penjualan perusahaan lain sekelas PT. Astra, BCA, Indosat dan Telkomsel. Pertimbangan Putera menjual saham perusahaan keluarganya adalah kekhawatiran Putera bahwa bisnis rokok di Indonesia sulit berkembang dan ingin menjemput pasar masa depan dengan langkah kreatif dan revolusioner dalam bisnis. Pada saat itu hingga kini pemerintah harus puas menerima 0,1% dari pajak penjualan yang sifatnya final sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal yang memiliki hak lex specialist perpajakan sendiri. Bahkan pemerintah pun harus pas jika pada kenyataannya fee transaksi yang diperoleh anggota bursa didalam perdagangan saham HM Sampoerna pada saat itu lebih banyak daripada penerimaan pemerintah.


Gebrakan-gebrakan HM Sampoerna dibangun oleh prinsip sang pemimpinnya Putera Sampoerna yaitu “It is more important to be differen rather than to be better”. Ini yang selalu ditanamkan oleh Putera pada pegawainya. Tak heran jika Putera laki-laki yang lahir di Schidam, Belanda 13 Oktober 1947 ini dinobatkan sebagai orang ke-7 terkaya di Indonesai dengan jumlah kekayaan mencapai U$2Milyar. Dan mengantarkan perusahaan keluarganya menjadi perusahaan go public. Semoga hengkangnya Putera tidak menyurutkan HM. Sampoerna untu terus maju dan berinovasi dibawah kepemimpinan generasi berikutnya Michael Sampoerna. Kita liat saja apakah Michael Sampoerna mampu mengeluarkan gebrakan- gebrakan baru sepertik yang dilakukan ayahnya itu.

0 comments:

Post a Comment