Tuesday, March 2, 2010

Surviving On Track Out of The Box



Kehidupan ibarat roda yang berputar, kadang ada diatas, kadang ada dibawah. Hal yang sama bisa dialami pada dunia bisnis, kadang ada diatas, namun bisa jadi karena nila setitik rusak susu sebelanga yang bisa mengantarkan pengusaha maupun perusahaan di titik terendah. Toyota misalnya karena terjadi cacat pedal gas pada produknya di pasar kritikal Amerika, mengantarkan reputasi merek dari produsen mobil terbesar di dunia ini berada di ujung tandukk. Ya… sumber reputasi Toyota seperti quality excellence, kaizen, lean manufacturing, just in time production, dan zero defect yang dikenal dengan The Toyota Way pun menjadi taruhannya.


Kegagalan Toyota ini terjadi karena kelalaian Toyota dalam mengejar market share yang melupakan core business-nya (sense of urgency dan sense of crisis) yang lebih mengutamakan kualitas. Toyota yang telah memasuki pasar barat mulai melupakan tradisi ketimuran yang menjadi ciri khas persaingan bisnis Toyota yaitu no room for instant success, kesuksesan diperoleh setahap demi setahap dimana setiap tahap mengantarkan kesempurnaan. Toyota justru mengadopsi kebiasaan barat bahawa penjualan atau pertumbuhan diatas segalanya. Kadang ketika diposisi atas kita memang suka lupa dan terlena dengan popularitas. Seringkali para pengusaha hebat dari perusahaan hebat berkata maaf perusahaan kami sudah cukup baik, dan kami tidak membutuhkan cara lama atau teknisi kami telah handal sehingga tidak perlu membutuhkan kontroler ekstra ketat. Padahal apa salahnnya diperlukan kontroler ulang sekalipun membutuhkan waktu yang lama, namun hasilnya produk kita berkualitas . Itu justru lebih bermakna, ketimbang cepat selesai namun reputasi menjadi taruhannya.


Belajar dari peristiwa Toyota, maka hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Fokus On The Toyota Way

Pada dasarnya keberhasilan Toyota dalam menguasai pasarnya terletak pada The Toyota Way, yang menjadi pondasi bisnisnya. Dalam buku yang berjudul The Toyota Way, Jeffrey Liker mengidentifikasi empat elemen dasar filosofi bisnis Toyota yaitu long term thinking, problem solving, developing people dan organizational learning yang kemudian diterjemahkan ke dalam 14 prinsip bisnis. Memang benar, tuntutan pertumbuhan pasar mengakibatkan Toyota sulit mengintegrasikan prinsi-prinsip The Toyota Way pada operasionalnya. Hal inilah yang harusnya menjadi fokus dan tantangan bagi Toyota dalam menjaga kualitas produknya.


2. Consisten and Discipline of Employee for The Toyota Way

Setiap pegawai hendaknya patut menjunjung tinggi The Toyota Way yang menjadi pilar bisnis Toyota. Secara konsisten dan disiplin. Karena The Toyota Way dinilai sebagai budaya organisasi Toyota yang justru membedakan dengan perusahaan lain.


3. Public Relation Must Power Full

Public relation bagian yang harusnya berada di paling depan ketika perusahaan mengalami masalah, tentu saja tugasnya untuk mengkomunikasikan hal yang sebenarnya terjadi kepada public agar tidak salah persepsi di masyarakat dan stakeholder maupun rekan bisnis lain yang memiliki andil besar dalam bisnis perusahaan. Public relation yang rendah hati justru dapat mengakibatkan simpati bagi lingkungan bisnisnya tersebut. Ini sebenarnya sudah dilakukan Toyoda, public relation Toyota yang dengan rendah hati berkeliling dari Jepang ke Amerika, dia mengkomunikasikan masalah kekeliruan Toyata. Ketika menyampaikan permintaan maafnya di depan anggota kongres Amerika, dia menyampaikan penghormatan pada nilai-nilai luhur budaya perusahaan yang dirintis oleh kakeknya, sekaligus berjanji untuk lebih mengutamakan kepentingan dan keinginan pelanggannya.


4. Brand Image is Most Fragile Thing But Most Important

Brand image merupakan nilai kepercayaan yang tampak dari perusahaan maupun yang diciptakannya, sehingga dapat mempengaruhi daya beli konsumen. Namun sayang brand image sifatnya mudah rapuh sekaligus sangat penting karenanya tidak ada salahnya setiap strategi perusahaan yang diterapkan lebih mengedepankan brand image sebagai akibat yang dihasilkannya.


Hal terpenting dari ke empat hal diatas adalah kita memang dituntut untuk berkreasi dalam meningkatkan pendapatan perusahaan, namun janagn sampai kreatifitas tersebut mematikan bisnis selamanya. Seperti kata Collins Porrass dalam bukunya “preserve the core, stimulate progress”. Kita boleh out of the box apapun untuk maju, tetapi hal yang perlu diingat lestarikan prinsip dasar bisnis yang sejak awal kita yakini, dengan begitu bisnis kita akan tetap survive. Good luck!!!

0 comments:

Post a Comment