Tingginya persaingan usaha industri yang ditandai dengan banyaknya merek bermunculan mengakibatkan pelanggan mengalami kesulitan dalam memilih suatu produk. Tak jarang banyak pelanggan yang akhirnya merubah-ubah merek yang digunakan, apalagi jika semua merek yang ada menawarkan kualitas produk yang sejenis. Sebagai contoh produk susu kaleng, banyaknya merek-merek yang ada saat ini, menawarkan produk dengan kualitas kandungan susu yang sama semisal kandungan AH dan DHA. Hal ini mengakibatkan pelanggan sering berganti-ganti merek. Untuk mensiasati perubahan fluktuatif dari kebutuhan pelanggan tersebut para marketer harus memfokuskan pada brand equity.
Brand equity dianggap berhasil dalam menimbulkan respon emotional bagi konsumen. Pentingnya faktor emotional dalam pemasaran sebagai alasan “why people buy” yang merupakan strategi yang bersifat individualized dan very personal. Pentingnya merek dalam memberikan nilai tambah bagi produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen berupa value of branding for customer, berdampak menjadikan pelanggan lebih loyal, resistensi terhadap perubahan harga dan menganggap merek seperti sahabat dan merek dapat memberikan arti finansial bagi pertumbuhan pendapatan dan nilai perusahan. Karena sesungguhnya merek merupakan aset penting bagi perusahaan.
Pendekatan brand equity dapat dilakukan dengan menggunakan customer based dimana merek yang begitu kuat akan mendorong pelanggan menyebarluaskan kepada calon pelanggan lainnya.
Aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dikelompokan kedalam lima kategori menurut David A. Aaker , yaitu:
- Brand Loyalty (Loyalitas merek) adalah derajat kesetiaan dan komitmen dari pelanggan terhadap produk. Brand loyaltu dapat merefleksikan tingkat kecenderungan pelanggan untuk pindah ke brand lain, terutama jika brand kita melakukan perubahan baik pada sis harga maupun fitur. Tingkatan dari brand loyalty adalah :
- Commited Buyer
- Likes the brand – Considers it a friend
- Satisfied Buyer With Switching Costs
- Habitual Buyer – No Reason to Change
- Switchers / Price Sensitive
- Indifferent – No Brand Loyalty
- Brand Awareness (Kesadaran Nama) adalah kemampuan pembeli potensial untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Sebagai contoh ketika kita mengucapkan kategori produk pasta gigi, maka yang terbesit dalam ingatan kita adalah pepsoden, ciptaden, close up. Nah merek-merek yang diucapkan atau disebutkan tersebut dapat dikatakan memiliki brand awareness yang cukup tinggi.
Adapun empat tingkat kesadaran merek, yaitu :
- Top of Mind (puncak pikiran)
Didefinisikan sebagai nama produk / merek produk yang pertama kali disebutkan oleh konsumen secara spontan dan menempati tempat khusus / istimewa dibenak konsumen.
- Brand recall (pengingatan kembali merek)
Brand recall mencerminkan merek – merek apa yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Merek-merek yang disebutkan kedua, ketiga dan seterusnya merupakan merek yang menempati brand recall dalam benak konsumen.
- Brand recognition (pengenalan merek)
Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek yang merupakan pengenalan merek dengan bantuan misalnya dengan bantuan daftar merek, daftar gambar atau cap merek. Merek yang masuk dalam ingatan konsumen disebut brand recognition.
- Unware of Brand (tidak menyadari merek)
Merupakan tingkatan paling rendah dalam piramida brand awareness, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
- Brand Association (Assosiasi - assosiasi merek) adalah kesan yang muncul yang terkait dengan ingatan mengenai suatu merek. Sebagai contoh produk MC’ Donalds dapat dihubungkan dengan karakter seperti Ronald Mc Donald, segmen pelanggan seperti anak-anak, perasaan memperoleh kesenangan, karakteristik produk seperti pelayanan atai simbol seperti Golden Arches.
- Perceived Quality (Persepsi Kualitas) adalah posisi brand dibenak konsumen, apa yang ada dibenak mereka ketika kita mengucapkan brand tersebut yang menggambarkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan konsumen.
- Other Propietary Brand Assets. (Aset-aset merek lainnya, seperti Royalty, Lisensy, Paten, dan sejenisnya)
Untuk meningkatkan brand equity maka hal yang dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut :
- Melakukan pelanggan dengan baik
- Membangun kedekatan relasi dengan pelanggan
- Mengukur atau mengelola kepuasan pelanggan
- Menciptakan switching cost
- Memberikan fitur ekstra
Namun perusahaan tidak memiliki model untuk mengetahui hubungan antara seberapa besar anggaran program pemasaran dan seberapa besar pelanggan mau melakukan pembelian atas produk barang atau jasa. Bahkan, dalam memutuskan lebih menonjolkan insting dari pada hitungan secara logika.
Customer equity menjadi salah satu metode untuk menghubungkan antara program pemasaran dan tingkat kemungkinan seorang pelanggan memberikan keuntungan bagi perusahaan pada masa datang. Pendekatan customer equity tidak terlepas dari konsep dasar marketing mix yang mencakup product, price, place, promotion, people, process dan physical Evidence.
Konsep customer equity menggabungkan antara pengelolaan nilai pelanggan, merek, dan retensi. Konsep ini dipandang sebagai sebuah kerangka strategi baru yang lebih powerfull. Implikasinya, program pemasaran yang berbasis pada pelanggan lebih terukur dan tepercaya secara finansial. Akan tetapi, pengelolaan customer equity juga menghadapi tantangan. Tantangan utama adalah bagi perusahaan yang tidak memiliki database pelanggan yang akurat akan sulit menjalankan strategi berdasarkan pengelolaan customer equity.
Pengadaan database pelanggan sebagai upaya customer relationship managemant (CRM) adalah investasi yang tidak murah. Hanya perusahaan yang memilki data pelanggan yang akurat seperti asuransi, kartu kredit, televisi berlangganan akan secara mudah mengimplementasikan strategi pengelolaan customer equity.
Dilema terkadang dihadapi oleh perusahaan apakah berinvestasi untuk membangun merek atau membangun customer base. Mana dari kedua hal tersebut yang mampu memberikan keuntungan lebih besar pada masa mendatang? Merek yang kuat akan menaikkan kesetiaan dan komitmen. Sementara merek yang lemah akan membawa pelanggan pada sebuah kompetisi yang ketat.
Lebih jauh lagi, sangat sulit untuk memprediksi bagaimana investasi dalam membangun merek berkontribusi terhadap keuntungan dari pelanggan. Jadi, jalan keluarnya adalah membaurkan antara customer equity dan brand equity sebagai strategi untuk meretensi dan mengakuisisi.
Strategi ini digambarkan seperti pisau bermata dua, satu sisi memiliki ketajaman dalam hal brand equity dan sisi lainnya customer equity. Pembauran dua metode akan mempermudah perusahaan untuk membuat program pemasaran yang lebih terukur dan tepercaya. Dengan mengaplikasikan kedua model berarti perusahaan memiliki alat yang mampu mengukur profitabilitas dari sisi merek dan pelanggan untuk perusahaan pada masa datang. Sehingga sebagai seorang marketer kita pun harus memperkuat internal perusahaan dengan melakukan brand equity dan eksternal perusahan dengan melakukan customer equity.
0 comments:
Post a Comment