Tuesday, March 24, 2009

Sun Tzu Strategy in Telecommunication Business



Dalam era globalisasi ekonomi, yang ditandai dengan dibukanya pasar global dan adanya tekanan yang mengarah pada era liberalisasi, mengakibatkan persaingan dalam bisnis semakin meningkat bahkan mungkin lebih dahsyat ketimbang medan pertempuran. Dunia memasuki era copycat economy dan wikinomics. Teori-teori perkembangan organisasi masa lalu yang berpijak pada “life cycle” perusahaan guna mencapai kejayaan, yang harus melalui tahapan-tahapan product life cycle yaitu initial, growth, mature, dan decline saat ini telah usang. Kita bisa melihat bagaimana NOKIA dalam dua tahun terakhir digempur habis oleh Research in Motion dengan produk Blackberry-nya. Bayangkan saja, perusahaan yang telah berusia lebih dari 200 tahun, dan sebagai market leader selama berpuluh tahun di bisnis seluler, harus bersiap menyerahkan “tahta” kepada perusahaan yang belum genap 15 tahun. Oleh karena itu, setiap perusahaan membutuhkan strategi tempur yang tepat untuk memenangkan persaingan, sekalipun perusahaan tersebut telah menguasai pasar. Artinya kita harus sudah menciptakan kreasi baru, terobosan baru dan produk superior baru meski produk unggulan kita masih merajai pasar. Ahli manajemen menyebutnya creative destruction. Hal ini tentu saja bertujuan untuk memenangkan persaingan dalam merebut pasar. Karena sesungguh pasar tidak ubahnya seperti medan pertempuran seperti yang disebutkan oleh pepatah cina yaitu "Shang chang ru zhan chang": Pasar adalah medan pertempuran. Setiap departemen, divisi dan unit kerja harus menciptakan sinergi, strategi dan effort yang akurat, cekatan dan tepat demi keberhasilan. Inilah intisari strategi dewa perang Tiongkok bernama Sun Tzu yang telah banyak diadopsi dalam dunia bisnis.

Strategi perang Sun Tzu ditulis dalam 13 langkah sederhana. Mulai dari perencanaan perang hingga intelijen. Namun, sesungguhnya inti pokok jurus Sun Tzu ada tiga, yaitu mengenal diri anda dengan baik, mengenal musuh anda, dan mengenal tempat di mana kita bertarung. Uniknya, walau secara teori Anda bisa menang perang hanya dalam tiga langkah itu, banyak orang mengeluh strategi Sun Tzu tidak sesederhana itu saja.

Dalam pemasaran perusahaan memang identik dengan peperangan, apalagi perang yang terjadi saat ini tidak hanya persaingan apple to apple lagi tapi mengarah pada apple to pineapple. Artinya bahwa persaingan bukan lagi terjadi pada perusahaan dalam bidang bisnis yang sama. Contohnya saja produk payment system yang banyak dihasilkan oleh bank. Kini yang terjadi bukan hanya persaingan produk antar bank saja. Perusahaan telekomunikasi pun telah memfokuskan pada layanan payment system sekalipun tetap mengedepankan core business yang digelutinya, dimana saat ini telekomunikasi pun dapat digunakan sebagai payment system layaknya transaksi perbankan seperti cash in, cash out, purchase, dan remintten. Produk payment system dari perusahaan telekomunikasi yang ada di Indonesia contohnya antara lain T-Cash (Telkomsel), Dompetku (Indosat), Flexi Cash (Telkom). Keberhasilan strategi militer mengilhami konsep-konsep yang melahirkan suksesnya pemasaran. Karenanya, beberapa langkah Sun Tzu sangat relevan diterapkan dalam dunia pemasaran. Strategi ini aslinya merupakan strategi perang militer dinasti Cina klasik, tetapi kemudian diadopsi kedalam strategi pemasaran modern. Strategi Sun Tzu ini telah teruji dan dipakai oleh banyak perusahaan dalam memasarkan produk mereka, yang ternyata banyak meraih keberhasilan. Lalu, Bagaimana keterkaitan strategi Sun Tzu dalam strategi pemasaran telekomunikasi?

Sun Tzu mengatakan bahwa dalam hasil setiap peperangan selalu ditentukan oleh lima faktor yaitu sebagai berikut :
  • Hukum moral (loyalitas atau komitmen) para prajurit yang siap mati. Dalam dunia pemasaran hal ini dianalogikan sebagai pegawai atau staf perusahaan yang tentunya memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan dengan menunjukan kinerja yang baik untuk arah perusahaan yang baik.
  • Langit yang menunjukkan keadaan alam yang tidak bisa diubah, seperti siang-malam, panas-dingin. Ini merupakan analogi dari keinginan dan kebutuhan customer yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan agar kepuasan pelanggan terhadap perusahaan maupun produk yang dihasilkan meningkat.
  • Bumi yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, keadaan medan pertempuran yang dihadapi, kemungkinan hasil peperangan. Maksudnya yaitu setiap perusahaan tentu memiliki kekuatan dan kelemahan dalam menghadapi pasar yang selalu dinamis keadaannya, ditambah keberadaan kompetitior yang pergerakannya tidak mungkin luput dari perhatian perusahaannya. Hanya perusahaan yang siap dan mengerti keadaan pasarlah yang dapat memenangkan persaingan tersebut.
  • Pimpinan sebagai simbol karakter dan sifat dari teladan yang baik. Nah untuk faktor keempat ini, hanya dapat dipenuhi oleh seorang pemimpin yang bijaksana atau seorang marketing leadership yang mampu melihat pasar, voice of eksternal customer, voice of internal customer, serta kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan strategi untuk menjatuhkan lawan, serta kemampuannya untuk menyemangati pegawainya dan sikap pantang menyerah.
  • Metode dan disiplin yang perlu dipahami dalam menyusun strategi perang dan konsekuensi dari pelaksanaan strategi tersebut. Hal ini juga menyangkut budaya organisasi yang diterapkan perusahaan, maupun metode pengambilan keputusan yang dipilih.

Menurut Sun Tzu, tidak ada yang bisa memberitahukan kepada diri kita, siapa sesungguhnya kita, kecuali diri kita sendiri, mereka hanya bisa membantu mencari tahu siapa Anda, selebihnya yang memberitahukan kepada diri kita, adalah diri kita sendiri. “Memperoleh 100 kemenangan dalam 100 pertempuran bukanlah puncak keterampilan, menaklukan musuh tanpa bertempur kesempurnaan yang tinggi”. Untuk itu perusahaan harus mengetahui apa kelebihan dan kelemahan dari perusahaan mereka, sebaiknya kelebihan harus dipertahankan dan kelemahan harus dikurangkan, kalau bisa justru kelemahan tersebut memacu diri kita untuk menjadi lebih baik. Misalnya kalau kita mengetahui kelemahan dari produk kita adalah banyak produk yang reject dalam sistem produksi, maka untuk meningkatkan kualitas produknya kita coba untuk meningkatkan quality control dalam production system. Cara yang paling mudah adalah membuat SWOT analysis yang mencakup strength, weakness, oportunity dan treat untuk diri perusahaan kita sendiri, apa kelebihan, apa kelemahan, apa peluangnya dan apa ancamannya. Setelah itu mengacu pada SWOT yang telah dianalisis, apa yang bisa dikembangkan yang masih bisa dimaksimalkan di dalam diri kita perlu menjadi perhatian. Jurus inilah yang dipakai Kartu prabayar Telkomsel (Kartu AS dan Kartu Simpati), yang semula perusahaan beserta para kompetitornya berfokus pada kartu pasca bayar. Sedangkan pada waktu itu peluang pasar sangat tinggi untuk menciptakan produk Kartu prabayar ditengah kebutuhan konsumen yang selalu membatasi jumlah pengeluarannya, sehingga dengan adanya kartu prabayar dapat digunakan sebagai cara untuk mengontrol pengeluaran khususnya untuk kebutuhan komunikasi, dan hal ini pun membuahkan hasil yang juga menambah jumlah market share Telkomsel.

Sun Tzu mengarahkan kita fokus pada kelemahan kompetitor, yang bakal memaksimalkan profit karena dapat meminimalkan sumber daya yang digunakan. “Jika kita menghormati kekuatan lawan dan dengan tekun mempelajari gerakannya, kita akan menang. Jika kita meremehkan lawan dan tidak memperhatikan gerakan-gerakannya, kita akan kalah”, demikianlah petuah Sun Tzu. Hal ini pun dipertegas dengan pepatah lainnya yaitu “Ada jalan-jalan yang hendaknya tidak ditempuh. Ada pasukan-pasukan yang hendaknya tidak digempur. Ada kota-kota yang hendaknya tidak diserang. Ada tanah-tanah yang hendaknya tidak diperebutkan. Ada perintah-perintah yang berdaulat yang hendaknya tidak diterima”. Pada tahap sebelumnya kita mendesain SWOT analysis untuk perusahaan kita sendiri, namun pada tahap ini kita membuat SWOT analysis yang berfokus pada kompetitor, hal ini bertujuan untuk mengetahui gerakan kompetitor dan menyusun cara menjatuhkan lawan. Cara ini tergolong ampuh, terbukti Indosat yang dahulu bernama Satelindo merupakan perusahaan telekomunikasi pertama yang memasarkan layanan telekomunikasi selular dengan produk Mentari dan Matrix, dengan target market pertama kalinya adalah user yang berada di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Kemudian Telkomsel turut hadir dalam kancah telekomunikasi seluler dengan status sebagai challenger. Telkomsel melihat bahwa Indosat dengan kedua produknya tersebut hanya memfokuskan pada kota-kota besar, sehingga Telkomsel dengan produk Kartu Halo dan Simpati mengambil keputusan untuk memasarkan pada daerah-daerah kecil yang belum tercover oleh Indosat seperti Batam. Alhasil semenjak tahun 1998 Telkomsel merupakan pemain dengan market share terbesar dan menjadi market leader pada kategori telekomunikasi selular, bahkan diseluruh kota-kota besar yang dahulu dikuasai oleh Indosat.

“Kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu, niscaya Anda akan berjaya dalam ratusan pertempuran tanpa resiko kalah. Kenali bumi, kenali langit dan kemenanganmu akan menjadi lengkap.”, demikian pepatah Sun Tzu. Agar bisa tahu dan mengeksploitasi kelemahan pesaing, butuh pemahaman mendalam tentang strategi, kapabilitas, pemikiran, dan hasrat para pemimpinnya, seperti juga pengetahuan yang dalam atas kekuatan dan kelemahan perusahaan telekomunikasi. Penting juga untuk mengerti keseluruhan persaingan serta tren yang terjadi di sekeliling. Jurus ini mewajibkan perusahaan untuk buka mata, buka telinga, rasakan melalui indera-indera yang dimiliki, siapa kita dan siapa kompetitor kita, serta bagaimana kita dan bagaimana kompetitor, serta isu yang beredar. Kalau para perang sesungguhnya kita mengenai istilah “mata-mata”, maka dalam dunia pemasaran kita mengenalnya dengan istilah marketing intellegent dapat diberlakukan, karena sesungguhnya “Suatu perencanaan akan membuahkan hasil maksimal bila kita mempunyai informasi yang tepat, relevan, dan akurat,”. Sun Tzu berpesan bahwa “Mata-mata merupakan elemen penting dalam perang, karena dipundak mereka bergantung kemampuan pasukan untuk bergerak”. Seringkali marketing intellegent perusahaan A mengetahui kapan dan bagaimana spesifikasi produk baru dari perusahaan B akan dilauching sebagai produk baru dalam kategori bisnis tertentu, namun sebelum perusahaan B melauching, perusahaan A pun mengeluarkan produk yang sama, hal ini dilakukan karena adanya marketing intellegent yang berfungsi mengetahui gerakan kompotetitor, dan lakukan strategi lebih dahulu dari kompetitor.

Sun Tzu menyatakan bahwa kita HARUS bertindak CEPAT!!. “Bersandar apa adanya tanpa persiapan merupakan kejahatan terbesar, persiapan terhadap kemungkinan yang muncul adalah kebijakan terbesar.” Bergerak dengan cepat bukan berarti mengerjakan secara tergesa-gesa, atau cepat dan menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal atau ala kadarnya. Maksudnya cepat dalam arti dinamis dan fluktuatif dalam bertindak menghadapi perubahan-perubahan dalam bisnis. Karena pada kenyataannya, kecepatan butuh persiapan matang, dan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam bertindak. Namun jangan sampai pertimbangan yang banyak tersebut, mengurangi waktu untuk melakukan strategi yang mengakibatkan strategi kita dibaca oleh lawan, itu FATAL!. Contohnya saja Excelkomindo vs Indosat pada perang tarif di tahun 2008, dimana terjadinya perubahan fluktuatif terhadap tarif yang diberlakukan kepada pelanggan, yang terjadi dalam kurun waktu yang siangkat yaitu kurang dari satu bulan. Hal ini terjadi untuk membangun positioning, “sebagai operator dengan tarif termurah”. Awalnya Excelcomindo menawarkan tarif sebesar Rp0,1, kemudian Indosat merasa terpancing mengubah tarif yang diperlakukan pada saat terjadinya perang tarif di awal tahun 2008 yaitu Rp 0,01, Melihtat tindakan kompetitor yang cepat, Excelcomindo melakukan perubahan tarif kembali menjadi Rp 0,001, Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Indosat kembali mengubah tarif yang dilakukan menjadi Rp 0,00000001. Tentunya kecepatan perubahan tarif tersebut telah dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang oleh perusahaan melalui prediksi tindakan kompetitor dan persiapan menanganinya.

Membentuk medan persaingan berarti mengubah aturan kontes (rules of contest), membuat persaingan sesuai dengan keinginan perusahan. Sesuai dengan pendapat Sun Tzu bahwa “Mereka yang ahli adalah mereka yang menggiring lawan menuju medan pertempuran dan bukan sebaliknya,” Untuk menjawab jurus Sun Tzu ini banyak perusahan melakukan bundling, co-branding, maupun co-marketing. Ini dilakukan untuk mengurangi resiko yang akan ditanggung oleh perusahaan jika cara ini gagal. Sebagai contoh program bundling yang dilakukan oleh ESIA dan NEXSIAN yaitu bundling handphone dengan produk operator telekomunikasi teknologi CDMA dari perusahan Bakrie Telecom, ini dilakukan untuk mengurangi tingkat churn dari produk esia. Dan hal ini mengakibatkan esia menggiring lawannya pada hal yang sama sebut saja FLEXI dengan Nexian, Indosat dan Excelcomindo yang bundling dengan Nexian backbery, yang tujuannya pun sama mengurangi tingkat churn pada produk masing-masing.

Sun Tzu mengatakan, “Kalau seseorang bertindak konsisten untuk melatih orang banyak, maka orang banyak itu akan tunduk. Kalau seseorang bertindak tidak konsisten untuk melatih orang banyak, maka orang banyak itu takkan tunduk. Seseorang yang bertindak konsisten itu serasi dengan orang banyak”. Artinya seorang pemimpin harus dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya, dan konsisten dengan apa yang dilakukannya, dengan begitu para pengikutnya akan mempercayainya sepenuh hati, dan tunduk kepadanya.

Hal terpenting yang diingatkan oleh Sun Tzu adalah “Jangan ulangi cara-cara meraih kemenangan”. Perusahaan dalam menyusun strategi-strategi untuk memenangkan persaingan hendaknya tidak puas dengan strategi yang telah dilakukan dan selalu mengutamakan inovasi dan kreativitas untuk menghadapi lawan dengan tidak menggunakan cara yang telah dilakukan sebelumnya. Karena kalau kita hanya mengandalkan cara lama bukan hanya pesaing kita yang menang dan tertawa bahagia, tetapi juga kita pun dapat ditinggalkan oleh pelanggan kita.

Strategi perang Sun Tzu ternyata cukup relevan diterapkan ke dalam sistem pemasaran khususnya bidang telekomunikasi. Namun, aplikasi strategi perang ini tentunya dibatasi oleh frame work sebuah perusahaan operator telekomunikasi, termasuk regulasi perintah. Olehkarena itu, diperlukan penyesuaian ke dalam situasi dan kondisi yang dihadapi oleh perusahaan telekomunikasi tersebut. Sehingga dalam pengaplikasiannya kita perlu melihat, apakah strategi Sun Tzu telah sesuai dengan perusahan maupun batasan dari regulasi pemerintah yang berlaku. Jika tidak sesuai berarti kita perlu berinovatif terhadap strategi-strategi yang cocok dengan dunia bisnis kita dan itulah tugas besar kita. 

0 comments:

Post a Comment