Saturday, January 2, 2010

CAFTA (China Asean Fair Trade Agreement)



Ready To Frighten Indonesia Trade

Terompet mulai ditiupkan, kembang api pun bermain merdu di udara, sorak-sorai riuh menyambut kedatangan tahun 2010. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi perdagangan Indonesia. Pergantian tahun justru ditanggapi dengan sikap siaga. Bagaimana bias? Ini terjadi dikarenakan mulai tanggal 1 Januari 2010 ini, perdagangan Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka harus siap menghadapi kebijakan CAFTA (China Asean Fair Trade Agreement) artinya produk Indonesia bahkan Negara asia tenggara lainnya harus siap bersaing dengan produk China. Tahu sendiri, produk China terkenal murah dengan kualitas yang tidak dapat diragukan. Kesepakatan CAFTA memang mengakibatkan adanya kontroversi disatu sisi merupakan peluang namun disisi lain juga menjadi boomerang bagi perdagangan Indonesia.


Dari sisi positif CAFTA dapat menarik investasi asing untuk menanamkan modalnya ke Indonesia atau Negara CAFTA lainnya. Selain itu juga kerjasama CAFTA dinilai dapat mendorong peningkatan kualitas produk Indonesia. Meskipun dapat dikatakan saat ini kualitas Indonesia masih kalah dengan Negara tirai bambu tersebut. Namun diharapkan dengan beredarnya produk China di Indonesia dapat menumbuhkan kreativitas pembisnis Indonesia. Bukankah terkadang kreativitas baru muncul ketika ada tekanan???? Kalau Indonesia tidak meningkatkan krativitas pada produk-produk yang diproduksi, kemungkinan boomerang tersebut akan meledak dan menghancurkan pendapatan perdagangan Indonesia bahkan dapat menutup usaha-usaha dagang milik Indonesia, karena kalah bersaing dengan produk luar negeri. Apalagi hal ini didukung oleh karakteristik konsumen Indonesia dalam mempengaruhi keputusan pembelian seperti :

  • Persepsi, merupakan penilaian konsumen mengenai produk yang diciptakan oleh Indonesia. Tidak jarang konsumen menilai buruk produk yang diciptakan Indonesia dibandingkan dengan produk dari Negara lain.
  • Gengsi, produk yang dibeli dari Negara lain terkadang dapat meningkatkan derajat dari si pembel tersebut. Tidak sedikit konsumen Indonesia pergi keluar negeri hanya untuk sekedar shooping, padahal produk tersebut dapat dibeli di Indonesia.
  • Rendahnya Nasionalisme, maraknya slogan “Aku Cinta Produk Indonesia” yang sering dikumandangkan pada media-media komunikasi, dinilai belum dapat meningkatkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia, yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Berbeda dengan China yang memang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Bahkan pemerintah China melarang beberapa produk masuk ke China, karena kekhawatirannya dapat mengurangi rasa nasionalisme bangsanya. Hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah kita. Produk google misalnya ketika masuk ke China perlu negosisasi yang alot dengan pemerintah China agar produknya dapat digunakan oleh Negara china, dengan terpaksa mendesign khusus template bagi Negara China dengan tidak lupa pemanfaatan bahasa. Yach China memang mempertimbangkan akibat dari produk-produk kiriman luar negari yang akan masuk. Indonesia memang masih perlu belajar banyak dari China. China bukan hanya pandai memproduksi produk berkualitas dengan harga yang murah, namun ia pandai bernegosiasi, mereka tahu betul apa yang menjadi substansi, tujuan, manfaat dari kebijakan “free trade area (FTA)” bagi perekonomian bahkan mereka melibatkan asosiasi pengusaha di bidangnya pada masalah kebijakan tersebut. Tak jarang pemerintah melakukan perlindungan bagi usaha-usaha yang dirasakan kurang siap menghadapi FTA. Lalu apakah Negara kita perlu melakukan negosiasi ulang terhadap perjanjian kerjasama CAFTA untuk melindungi usaha bisnis Indonesia? Hal ini trbilang tidak mungkin dilakukan mengingat negosiasi ulang terhadap isi perjanjian CAFTA dapat mengurangi kreadibilitas Indonesia di negara-negara yang tercatat sebagai anggota CAFTA.



Kasus yang terjadi saat ini adalah konsumen Indonesia tidak dapat mengetahui produk mana yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Semua barang terlihat sama dip saran. Apalagi konsumen Indonesia tidak mengetahui dampak negative adanya CAFTA, dengan begitu tanpa berdosa konsumen membeli produk yang PAS bagi mereka.


Contohnya saja produk Batik, kini mulai dilirik oleh perusahaan garmen di China. Meskipun kualitasnya tidak sebagus para pembatik pekalongan (kota yang terkenal dengan produksi batik tulisnya). Namun tak jarang konsumen tidak dapat membedakan batik buatan China maupun buatan asli Indonesia. Olehkarena itu seharusnya pemerintah secara intensif menginformasikanCAFTA, tujuan yang akan dicapai serta sisi negatifnya secara transparan, sehingga para pengusaha Indonesia dapat mengupayakan strategi differensiasi yang mencerminkan cirri kepribadian bangsa, yang tentunya dapat diterapkan bagi produk Indonesia dan dikenalkan kepada konsumen khususnya konsumen di negeri sendiri.


Ingat!!! Tidak semua produk China sukses di Indonesia, sekalipun menawarkan harga murah. Hal ini dikarenakan sebuah issue. Mungkin anda masih ingat berita tentang permen, cklat dan kosmetik asal china yang pernah dicabut dari pasar Indonesia karena dianggap mengandung Melamien yang membahayakan bagi yang mengkonsumsinya. Alhasil meskipun saat ini ketiga jenis produk tersebut beredar kembali di Indonesia, kekhawatiran tersebut masih menghantui para konsumen Indonesia. Begitu juga dengan produk Indonesia, tidak semua produk Indonesia kalah bersaing dengan produk luar negeri. Sebagai contoh MarthaTilaar Group perusahaan kosmetik ini masuk dan diterima oleh pasar Negara lain. Bahkan konsumen luar negeri pun tidak meragukan kualitas dari perusahaan yang selalu mengkampayekan kosmetik dengan bahan alami, didukung dengan kondisi Indonesia yang memang kaya akan rempah-rempah.


Waw.. kalau dilihat dari penjabaran diatas, sesungguhnya perusahaan (produk) yang memiliki differensiasi yang mengIndonesia (jika dibandingkan dengan Negara lain) mampu bertahan dari serangan produk dari China atau Negara anggota CAFTA lainnya. Pengelompokan strategi bisnis untuk bertanding dengan Negara anggota CAFTA lainnya dapat menerapkan dengan strategi KINGDOM, sebagai berikut : Pertama-tama kita mulai dengan membuat matrik 2x2 ditengah sumbu x dan sumbu y, yang digambarkan pada gambar dibawah ini.

Keterangan :


  1. The Soldier à Prajurit, Ibarat prajurit dalam sebuah kerajaan, jika ia tidak pintar atau bertanggungjawab dan menunjukan kinerjanya sehingga membedakan dengan prajurit dengan seragam yang sama maka ia akan mudah digantikan. Produk pada kuadran ini dinilai tidak memiliki differensiasi yang kuat dan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap produk China. Strategi yang ditawarkan adalah dengan menerapkan sisten cost leadership (low operational cost), sehingga menawarkan harga yang murah. Contohnya saja perabotan rumah tangga, produk china maupun Indonesia menawarkan bentuk, warna, kemasan yang sama. Maka harga yang murahnya yang menjadi pemenangnya.
  2. The Mistress à Selir, Produk dengan tingkat differensiasi yang rendah dan tidak sensitif terhadap serangan produk China. Strategi yang ditawarkan yaitu secara berkala membangun kemampuan untuk menjadi pemain yang setara dengan meningkatkan differensiasi. Contohnya : J’Co Donat & coffee, The botol sosro, Es Teller 77.
  3. The Queen à Ratu, Produk ini memiliki diferensiasi yang tinggi, namun produk pada kuadran ini sangat sensitive terhadap produk China, sehingga memungkinkan konsumen melirik ke produk China atau produk dari negara lain sekalipun memiliki diferensiasi yang tinggi. Strategi yang disarankan adalah menciptakan produk sesuai dengan kebutuhan pasar namun sulit ditiru oleh produsen dari negara lain. Contohnya : Batik yang mulai dilirik oleh perusahaan garmen china, karenanya perlu pengenalan khusus terhadap motif batik khas Indonesia.
  4. The King à Raja, Produk pada kuadran ini tidak sensitive terhadap serangan produk negara lain karena telah memiliki diferensiasi yang kuat. Contohnya Mustika Ratu, MartaTilaar Group, dan Sidomuncul.


Olehkarena itu, para pelaku usaha Indonesia perlu mempersiapkan strategi bisnis yang matang, untuk dapat memenangkan pasar ketika berhadapan dengan produk negara lain, apalagi China yang terkenal dengan harga murah dan kualitas yang cukup baik. Ini menjadi PR penting bagi pengusaha Indonesia. MERDEKA!!!.

0 comments:

Post a Comment