Tuesday, April 13, 2010

Dragon Strategy



Resurrection Of A Dragon Who's Ready For Spraying Hot Fire Ball

China…China…China…China…China…China…China…China…China…China...China...China.

Akhir-akhir ini China memang menjadi buah bibir di bidang perdagangan dan perindustrian. Produk-produk yang diciptakan dan diproduksi China yang terkenal memiliki kualitas baik dengan harga yang relatif murah, dinilai menjadi ancaman bagi negara-negara di dunia. Finlandia yang terkenal sebagai produsen handphone terkemuka dengan mengususng merek Nokia, merasa gerah dengan munculnya produk-produk China yang menawarkan fasilitas dan fitur yang sama dengan produk top brand ponsel (Nokia), bahkan China berani menawarkan produk tersebut dengan harga murah yang sudah tentu menggiurkan bagi konsumen. Hal ini pun dirasakan juga oleh Jerman yang terkenal dengan produsen mobil dengan merek Merchedez, kini Jerman harus siap bersaing dengan produk mobil dari negara tirai bambu tersebut. Bahkan Amerika yang terkenal dengan negara Adi Kuasa pun terusik dengan kualitas China dalam menciptakan produk-produknya. Mungkin benar pernyataan Napoleon Bonaparte yang mengatakan “Jangan sekali-kali membiarkan nga itu (China) terbangun, sebab jika ia terbangun dunia kan dibuat sibuk”. Saat ini memang naga tersebut benar-benar bangun dan dunia mulai mengalami perubahan khususnya pola ekonomi dunia. Siapa yang akan menyangka China bisa sebesar dan semenakutkan sekarang?


China memang dahulu tidak sebesar dan sehebat saat ini. Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia yang mencapai 100 juta jiwa ini pernah dinobatkan sebagai negara termiskin. Hal ini terjadi pada China semasa kepemimpinan Mao yang menganut paham komunisme yang mengharuskan China menjadi terisolasi dengan negara lain, mobilitas manusia, barang dan informasi benar-benar tertinggal dibandingkan dengan negara lain, serta kelaparan merajalela. Pada saat itu China terpaksa menjalankan praktik yi zi er shi yaitu sejenis kanibalisme dimana orang China saling bertukar anak mereka dengan anak tetangga mereka, kemudian membunuh dan menyantap anak yang mereka tukar dengan sadar serta berkeyakinan bahwa anak mereka pun diberlakukan hal yang sama dengan tetangga mereka. Sungguh menakutkan dan menjijikan dan itu terpaksa dilakukan orang China untuk bertahan hidup.


Sepeninggalan Mao, keadaan masayarakat China mulai menemui titik terang dibawah kepemimpinan Den Xiaoping yang ditandai dengan mulai merintisnya pasar berkat kunjungannya ke Singapura tahun 1978 yang mendorong dirinya menghancurkan tembok komunisme yang telah kokoh dibangun oleh pemimpin sebelumnya dan membangun tembok kapitalisme dengan endorong masyarakat untuk berani melakukan Xiohai yaitu melompat ke dalam lautan bisnis. Mengikuti gaya Singapura, pemerintah China pun menerapkan quid pro quo kepada rakyat China yaitu partai komunis mengizinkan kebebasan ekonomi namun tidak kebebasan politik.


Mulai ahun 1980 an China membangun tembok batu bara untuk memenuhi kebutuhan energy. Tahun 1990 an China pun terpacu untuk meningkatkan produksi gas alam dan minyak. Infrastruktur pun tidak luput dari peningkatan, pelabuhan kargo dibangun, demikian juga jalan raya, rel-rel kereta api, bandara-bandara modern serta ratusan zona ekonomi mulai dibangun. Hal ini dilakukan sebagai upaya modernisasi terpusat dan terencana. Puncaknya pada tahun 2001 China bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pada saat itu juga arus manusia, barang dan informasi mulai mengalir di China, akibatnya perekonomian negeri pun mulai membaik. Ketakutan akan praktek komunikasme yang menghancurkan China berada dalam kotak dan terisolasi dari negara luar mengakibatkan rasa nasionalisme masayarakat China terbangun. Hal ini yang mengakibatkan mereka merasa harus memiliki andil ikut serta mendukung kebijakan pemerintah untuk mengutamakan negaranya. Alhasil masyarakat China pun begitu mencintai produk dalam negerinya sendiri dibandingkan produk luar negerinya.


Tidak heran dengan rasa nasionalisme yang tinggi dan kerjakeras yang ulet dan konsisten mengantarkan China ke posisi seperti saat ini. Ini yang patut dicontoh oleh masyarakat Indonesia. Yach.. sang naga (China) telah bangkit dan siap menyemburkan strategi bisnis dan perekonomian dengan semburan bola api produk yang berkualitsa dan murah, yang ternyata telah memanaskan peta persaingan ekonomi dunia. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ya mungkin kita perlu belajar banyak dari negara yang memiliki spirit go public yang kuat dan siap menjadi negara dengan kekeuatan ekonomi terbesar kedua didunia setelah Amerika Serikat. SEMANGAT!!!


Sumber :

Meredith, Robyn. "The Elephant and The Dragon". 2008. PT.Quacana Cendekian. Bandung

0 comments:

Post a Comment